Sabtu, 20 Desember 2014

PERKEMBANGAN PSIKO-SOSIAL MASA DEWASA MADYA


 
2.1  USIA DEWASA MADYA
Pada umumnya usia madya atau usia setengah baya di pandang sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Oleh karena usia madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia, biasanya usia tersebut dibagi-bagi ke dalam dua subbagian, yaitu: usia madya dini yang membentang dari usia 40 – 50 tahun dan usia madya lanjut yang berbentang antara usia 50 – 60 tahun. (Hurlock,1980)
Dalam istilah psikososial, masa dewasa tengah pernah di anggap sebagai masa yang relative menetap. Freud memandang tidak ada gunanya psikoterapi bagi orang-orang berusia 50 tahun ke atas karena ia meyakini kepribadian telah terbentuk secara permanen pada usia tersebut. Sebaliknya, para ahli teori humanistic seperti Abraham Maslow dan Carl Rogers memandang masa paruh baya sebagai sebuah kesempatan perubahan positif. (Papalia, 2009)

Menurut teori Erikson (dalam Papalia, 2009), kedelapan tahap perkembangan akan terungkap seiring pengalaman masa hidup kita. Di setiapa tahap, individu dihadapkan pada sebuah krisis yang merupakan suatu tugas perkembangan unik yang harus diselesaikan. Menurut Erikson, krisis I ini bukanlah sebuah bencana namun merupakan sebuah titik balik yang ditandai oleh meningkatnya kerentanan dan potensi seseorang. Semakin individu berhasil menyelesaikan krisis yang dihadapinya, semakin sehat perkembangan individu tersebut.
Generativitas versus stagnasi (generativity versus stagnation), yang merupakan tahap ke tujuh dari perkembangan menurut Erikson, berlangsung di masa dewasa menengah. Persoalan utama yang dihadapi individu di masa ini adalah membantu generasi muda untuk mengembangkan dan mengarahkan kehidupan yang berguna – inilah yang dimaksud dengan generativitas oleh Erikson. Perasaan bahwa belum melakukan sesuatu untuk menoong generasi berikutnya disebut stagnasi. (Santrock, 2012)
2.2  KARAKTERISTIK USIA DEWASA MADYA
Menurut Hurlock (1980), Karakteristik usia madya adalah sebagai berikut:
ü  Usia madya merupakan periode yang sangat di takuti
Diakui bahwa semakin mendekati usia tua, periode usia madya semakin terasa lebih menakutkan dilihat dari seluruh kehidupan manusia. Pria dan wanita mempunyai banyak alasan yang kelihatannya berlaku untuk mereka, untuk takut memasuki usia madya. Beberapa diantaranya adalah banyaknya streotip yang tidak menyenangkan tentang usia madya, yaitu kepercayaan tradisional tentang kerusakan mental dan fisik yang di duga disertai dengan berhentinya reproduksi kehidupan serta berbagai tekanan tentang pentingnya masa muda bagi kebudayaan amerika di banding penghormatan untuk masa tersebut oleh berbagai kebudayaan Negara lain. Semua ini memberi pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap sikap orang dewasa pada saat memasuki usia madya dalam kehidupan mereka. Sementara mereka ketakutan pada usia madya, kebanyakan orang dewasa menjadi rindu pada masa muda mereka dan berharap dapat kembali ke masa itu.
ü  Usia madya merupakan masa transisi
Usia madya merupakan masa dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan yang akan di liputi oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku baru. Transisi senantiasa berarti penyesuain diri terhadap minat,nilai, dan pola perilaku yang baru. Pada usia madya, sepat atau lambat, semua orang dewasa harus melakukan penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan jasmani dan harus menyadari bahwa pola perilaku pada usia mudanya harus di perbaiki secara radikal. Penyesuaian untuk mengubah  peranan bahkan lebih sulit daripada penyesuaian untuk mengubah kondisi jasmani dan minat. Setiap perubahan peran yang penting mungkin akan mengakibatkan suatu krisis kekerasan yang besar atau kecil.selama usia madya kimmel telah mengidentifikasi tiga bentuk krisis pengembangan yang umum dan hamper universal :
1)      Krisis sebagai orang tua ditandai dengan sindrom “dimana kesalahan kami?”. Krisis ini terjadi apabila anak-anak gagal memenuhi harapan orangtua dan para orangtua kemudian bertanya apakah mereka telah mengguakan metode yang tepat dalam mendidik anak, dan menyalahkan diri mereka sendiri karena kegagalan anak-ank untuk memenuhi harapan mereka.
2)      Krisis yang timbul karena orangtua berusia lanjut. Banyak orangtua berusia madya merasa bersalah ketika anak-anak mereka tidak dapat atau tidak mau menerima orangtua mereka yang berusia lanjut tinggal bersama dalam rumah mereka.
3)      Krisis yang berhubungan dengan kematian, khususnya pada suami-isteri. Menurut kimmel hal ini ditandai dengan sikap “bagaiman saya dapat terus hidup?”, yang mewarnai penyesuaian pribadi dan sosial mereka, yang tidak dapat menyenangkan sampai krisis tersebut dapat dipecahkan menjadi kepuasan individu.
ü  Usia madya adalah masa stress
Penyesuaian secara radikal terhadap fisik, selalu cenderung merusak homeostatis fisik dan psikologis seseorang dan membawa ke masa stress, suatu masa bila sejumlah penyesuaian yang pokok harus dilakukan di rumah, bisnis, dan aspek sosial kehiduapan mereka. Marmor telah membagi sumber-sumber umum dari ster selama usia madya yang mengarah pada ketidak-seimbangan, kedalam 4 lkategori utama, yaitu:
·         Stres somatik, yang disebabkan oleh keadaan jasmani yang menunjukkan usia tua.
·         Stres budaya, yang berasal dari penempatan nilai yang tinggi pada kemudian, keperkasaan dan kesuksesan oleh kelompok budaya tertentu.
·         Stres ekonomi, yang diakibatkan oleh beban keuangan dari mendidik anak dan memberikan status simbol bagi seluruh anggota keluarga.
·         Stres psikologis, yang mungkin diakibatkan oleh kematian suami atau isteri, kepergian anak dari rumah, kebosanan terhadap perkawinan, atau rasa hilangnya masa muda dan mendekati ambang kematian.
ü  Usia madya adalah “usia yang berbahaya”
Cara biasa menginterpretasi “usia berbahaya” ini berasal dari kalangan pria yang ingin melakukan pelampiasan untuk kekerasan yang berakhir sebelum memasuki usia lanjut. Usia madya dapat menjadi dan merupakan berbahaya dalam beberapa hal lain juga. Saat ini merupakan suatu masa di mana seseorang mengalami perubahan fisik sebagai akibat dari terlalu banyak bekerja, rasa cemas yang berlebihan ataupun kurang memperhatikan kehidupan. Timbulnya penyakit jiwa datang dengan cepat dikalanga pria dan wanita, dan gangguan ini berpuncak pada suisid  (bunuh diri), khususnya di kalangan pria. Ancaman terhadap penyesuaian yang baik yang membuat usia madya berbahaya semakin dibuat intensif oleh perbedaan jenis kelamin pada masa tersebut apabila timbul kekecewaan pada homeostatis fisik dan psikologis, “gerakan revolusi” yang dilakukan pria ini biasanya berbarengan dengan kebingungan dalam homeostatis yang disebabkan oleh menopause pada wanita. Hal ini tidak hanya mengganggu hubungan suami isteri, yang kadang-kadang menuju pada perpisahan atau perceraia, tetapi juga lambat laun membawa pria maupun wanita kepada ganggguan jiwa, alkoholisme, pecandu obat dan bunuh diri.
ü  Usia madya adalah “usia canggung”
Pria dan wanita usia madya bukan “muda” lagi tapi bukan juga tua. Franzblau mengatakan bahwa “ orang yang berusia madya seolah-olah berdiri di antara generasi pemberontak yang lebih muda dan generasi warga senior”. Mereka secara terus menerus menjadi sorotan dan menderita karena hal-hal yang tidak menyenangkan dan memalukan yang disebabkan oleh kedua generasi tersebut. Merasa bahwa keberadaan mereka dalam masyarakat tidak di anggap, orang-orang yang berusia madya sedapat mungkin berusaha untuk tidak di kenal oleh orang lain.
ü  Usia madya adalah masa berprestasi
Menurut Erikson, selama usia madya, orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti dan tidak mengerjakan sesuatu apapun lagi. Apalagi orang berusia madya mempunyai kemauan yang kuat untu berhasil, mereka akan mencapai puncaknya pada usia ini dan memungut hasil dari masa-masa persiapan dan kerja keras yang dilakukan sebelumnya.
ü  Usia madya merupakan masa evaluasi
Karena usia madya pada umumnya merupakan saat pria dan wanita mencapai puncak prestasinya, maka logislah apabila masa ini juga merupakan saat mengevaluasi prestasi tersebut berdasar aspirasi mereka semula dan harapan-harapan orang lain, khususnya anggota keluarga dan teman.

ü   Usia madya dievaluasi dengan standar ganda
1)      Aspek yag berkaitan dengan perubahan jasmani. Contohnya ketika rambut pria menjadi putih, timbul kerut-kerut dan keriput di wajah, dan terjadinya beberapa bagian otot yang mengendur terutama otot di sekitar pinggang. Berbagai perubahan yang terjadi biasanya dikenal dengan nama “pembeda”. Perubahan fisik yang serupa pada wanita dipandang tidak menarik, dengan penekanan utama “pakaian usia madya”.
2)      Cara mereka menyatakan sikap terhadap usia tua. Apakah harus tetap merasa muda serta aktif atau harus menua dengan anggun semakin lambat dan hati-hati dan menjalani hidup dengan nyaman.
ü  Usia madya merupakan masa sepi
Merupakan masa ketika anak-anak tidak lama lagi tinggal bersama orang tua. Kecuali dalam beberapa kasus di mana pria dan wanita menikah lebih lambat dibandingkan dengan usia rata-rata, atau menunda kelahiran anak hingga mereka lebih mapan dalam karir, atau mempunyai keluarga besar sepanjang masa, usia madya erupakan masa sepi dalam kehidupan perkawinan. Periode masa sepi usia madya lebih bersiafat traumatic bagi wanita daripada bagi pria. Hal ini benar khususnya pada wanita yang telah menghabiskan masa-masa dewasa mereka dengan pekerjaan rumah tangga dan bagi mereka yang kurang memiliki minat atau sumber daya untuk mengisi waktu senggang mereka pada waktu pekerjaaan rumah tangga berkurang atau selesai. Banyak yang mengalami tekanan batin karena dipensiunkan. Kondisi yang serupa juga di alami pria ketika mereka mengundurkan diri dari pekerjaan.
ü  Usia madya merupakan masa jenuh
Banyak atau hampir seluruh pria dan wanita mengalami kejenuhan pada akhir usia 30-an dan 40-an. Para pria menjadi jenuh denagn kegiatan rutin sehari-hari dan kehidupan bersama keluarga yang hanya memberikan sedikit hiburann. Wanita, yang menghabiskan waktunya untuk  memelihara rumah dan membesarkan anak-anaknya, bertanya-tanya apa yang akan mereka lakukan pada usia setelah 20 atau 30 tahun kemudian. Wanita untuk bekerja atau karir, menjadi bosan dengan alasan yang sama dengan pria.
2.3  HUBUNGAN SOSIAL PADA MASA DEWASA MADYA
Menurut Hurlock (1980), Keinginan untuk melakukan kegiatan sosial bagi madya sangat dipengaruhi oleh status tingkat sosial, jenis kelamin dan status perkawinan. Bahaya yang paling besar bagi orang yang telah berusia madya adalah karena orang menganut kepercayaan tradisional yang keliru tentang apa yang terjadi pada masa usia madya, idealism orang muda, aspirasi yang tidak realistis, perubahan peran, perubahan keinginan dan kedudukan nilai simbol status. Diantara sekian banyak bahaya umum yang ada yang mempengaruhi proses penyesuaian sosial bagi orang yag berusia madya, adlah orang orang secara fisiologis di anggap duduk dalam kursi berkarang, kurang mempunyai ketermpilan sosial, lebih suka berhubungan dengan keluarga daripada dengan orang luar, mempunyai masalah keuangan, tekanan keluarga dan kewajiban-kewajiban lain, keinginan untuk menjadi popular, dan mobilitas sosial.
            Peran Hubungan Sosial
            Dua teori perubahan pentingnya hubungan adalah teori konvoi sosial dari Kahn dan Antonucci dan teori selektivitas sosial emosional dari Laura Carstensen. Menurut kedua teori tersebut, dukungan sosial-emosional merupakan unsur penting dalam interaksi sosial pada masa paruh baya dan masa selanjutnya. Hubungan  pada masa pada masa paruh baya penting bagi kesehatan fisik dan mental, tetapi juga dapat menghadirkan tuntutan penuh stress. Menurut Carstensen, interaksi sosial memiliki 3 tujuan utama:
ü  Sebagai sumber informasi
ü  Membantu orang-orang mengembangkan dan mempertahankan kesadaran diri
ü  Sumber kenikmatan dan kenyamanan, atau kesejahteraan emosional.

2.4  KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DAN KESEHATAN MENTAL YANG POSITIF
            Menurut Papalia (2009),Kesehatan mental bukan saja  merupakan ketiadaan penyakit mental. Kesehatan mental yang positif melibatkan suatau perasaan sejahtera dari sisin psikologis, yang berjalan beriringan dengan perasaan sehat (Keyes dan Saphiro,2004;Ryff dan Singer,1998). Perasaan subjektif akan kesejahteraan, atau kebahagian, merupakan penilaian seseorang akan kehidupannya (Diener,2002), dan hal ini cenderung meningkat di masa paruh baya (Lachman,2004). Berikut  faktor-faktor yang memengaruhi  kesejahteraan di masa paruh baya:

1.      Emosi
            Banyak penelitian, termasuk survei MIDUS, menunjukan adanya penurunan secara bertahap dalam hal emosi negatif, seperti marah, takut dan gelisah, di masa paruh baya. Perempuan dalam penelitian MIDUS di  laporkan lebih sedikit memiliki emosi negatif di sepanjang rentan usianya, di bandingkan laki-laki (Mroczek, 2004). Berdasarkan penelitian MIDUS, emosi positif (seperti, gembira) meningkat secara rata-rata, di antara laki-laki, tetapi menurun di antara perempuan pada usia paruh baya, kemudian meningkat secara tajam di kedua jenis kelamin, tetapi khususnya laki-laki, di masa dewasa akhir. Pola umum dalam hal emosi positif dan negatif mengarahkan orang-orang pada usia paruh baya cenderung untuk belajar menerima apa yang terjadi dalam hidup meraka (Carstensen,Pasutpathi,Mayr,dan Nesselroade,2000) dan meregulasi emosi mereka secara efektif (Lachman, 2004).

2.      Kepuasan hidup
            Dalam sejumlah survei di seluruh dunia dengan berbagai teknik untuk mengakses kesejahteraan secara subjektif, kebanyakan orang di seluruh rentang usia, seluruh jenis kelamin, dan seluruh Ras, melaporkan merasa puas dengan hidup mereka (Myers,2000;Myers &Diener 1995,1996;Walker,Skowronski & Thomson, 2003). Satu alasan untuk temuan umum mengenai kepuasan hidup ini adalah bahwa emosi positif berkaitan dengan kenangan menyenangkan cenderung bertahan,sementara perasan negtif berkaitan dengan kenangan tidak menyenangkan memudar. Kebanyak orang memiliki keterampilan coping yang baik (Walker at al.,2003). Setelah peristiwa bahagia atau menyedihkan, seperti pernikahan atau perceraian, mereka umumnya beradaptasi,dan kesejahteraan subjektif kembali ke, atau mendekati, tingkat awal (Lucas at al.,2003;Dienner 2000).
            Dukungan sosial –teman dan pasangan –dan faktor agama merupakan pemberi kontribusi penting bagi kebahagian (Csikszenmihalyi, 1999;Dienner 2000; Myers,2000;). Begitu pula dengan dimensi kepribadian tertentu-extraversion dan conscientiousness (Mroczek & Spiro, 2005; Siegler Dan Brummett,2000)- serta kualitas pekerjaan dan waktu luang (Csikszenmihalyi, 1999; Dienner, 2000;Myers,2000).
            Dalam sebuah penelitian longitudinal selama 22tahun terhadap 1. 927laki-laki, kebanyakan menjalani tugas militer selama perang dunia kedua atau perang korea, kepuasam hidup secara bertahap meningkat, memuncak pada usia 65tahun, dan kemudian secara berlahan menurun. Namun demikian, sekali lagi, terdapat perbedaan individual yang signifikan (Mroczek & Spiro, 2005).

3.      Carolryf : Dimensi Kesejahteraan yang Majemuk
            Carolryf dan rekan-rekan sejawatnya (Keyes & Ryyf ,1999;Ryyf,1995;Ryyf dan Singer,1998), mendasari dari cakupan para ahli teori seperti Erikson sampai Maslow, telah mengembangkan sebuah model yang mencakup enam dimensi kesejahteraan dan sebuah skala lapor diri, Ryff Wll-Being Inventory (Ryyf & Keyes, 1995) , untuk mengukur enam dimensi tersebut. Enam dimensi itu adalah penerimaan diri (self-accettance) hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others), otonomi (autonomy) , penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life), dan pertumbuhan pribadi (personal growth).
            Serangkaian penilitian cross-sextioanal yang menggunakan skala dari Ryyf telah menunjukkan bahwa masa paruh baya sebagai masa yang umum nya memiliki kesehatan mental yang positif (Ryyf & Singer,1998). Orang-orang berusia paruh baya memiliki kesejahteraan yang lebih besar di bandingkan orang dewasa yang lebih tua atau lebih muda dalam beberapa bidang,tetapi tidak bidang yang lain.
            Mereka lebih memiliki otonomi di bandingkan orang dewasa yang lebih muda, tetapi agak kurang bertujuan dan kurang fokus pada pertumbuhan pribadi dimensi orientasi masa depan yang menurunkan  bahkan lebih tajam pada masa dewasa akhir. Pada sisi yang lain, penguasaan lingkungan meningkat antara sua setengah dan akhir.  Penerimaan diri relatif stabil untuk semua kelompok usia. Tentu saja, karena penentuan ini bersifat cros-sectional, kita tidak menegtahui apakah perbedaan di karenakan faktor kematangan, penuaan,atau cohort. Secara keseluruhan, kesejahteraan laki-laki dan perempuan cukup serupa, tetapi perempuan lebih bahyak memiliki hubungan sosial yang positif (Ryyf & Singer , 1998).

4.      Kesejahteraan Sosial
            Kesejahteraan sosial-kualitas hubungan dengan orang lain, lingkungan sekitar, dan masyarakat yang di laporkan sendiri oleh seseorang  merupakan aspek lesehatan mental yang relatif tidak terkaji. Satu tim penelitian (Keyes & Shapiro, 2004). Melihat pada lima dimensi kesejahteraan sosial dalam sampel MIDUS:
1.      Aktualisasi sosial, keyakinan pada potensi masyarakat untuk berkembang kearah yang positif;
2.      Koherensi sosial, memandang dunia sebagai dapat di pahami, logis dan dapat di lemahkan,
3.      Integrasi sosial, ,erasa sebagai bagian dari komunitas yang sportif
4.      Penerimaan sosial, memiliki sikap positif dan menerima terhadap orang lain; dan
5.      kontribusi sosial, meyakini bahwa seseorang , memiliki sesuatu yang berharga untuk di berikan kepada masyarakat.
            Berbagai jawaban survei menunjukkan bahwa mayoritas orang dewasa A.S memiliki tingkat kesejahteraan sosial yang sedang bsampai tinggi, tetapi minoritas yang substansial, memiliki kesejahteraan sosial yang sangat rendah. Secara keseluruhan, kesejahteraaan sosial paling tinggi di antara laki-laki, orang-orang dengan status pekerjaan yang tinggi dan orang-orang yang menikah atau tidak pernah menikah. Kesejahteraan sosial paling rendah diantara perempuan, mereka dengan status pekerjaan yang rendah, dan mereka yang pernah menikah, cenderung memiliki status pekerjaan yang rendah.

5.      Generativity sebagai Satu Faktor Penyesuaian dan Kesejahteraan Psikososial
            Generativity , menurut Erikson, merupakam ‘sebuah tanda kematangan psikologis dan kesehatan psikologis” (Mc Adams, 2001) generativity muncul sebagai keunggulan yang menentukan penyusuaian psikososial pada masa paruh baya, menurut Erikson, karena berbagai peran dan tantangan pada masa ini- tuntutan pekerjaan dan keluarga-menuntut respon yang generatif.
            Generativity, kemudian, bisa berasal dan keterlibatan dalam berbagai peran-sebagai kepala keluarga dan pemimpin dalam organisasi dan masyarakat (Staudinger & Bluck, 2001). Keterlibatan seperti itu telah dikaitkan dengan kesejahteraan dan kepuasan dalam masa paruh baya (Mcadams,2001) dan dalam kehidupan mendatang (Sheldon & Kasser,2001; Vandewater, Ostrove, dan Stewart,1997), mungkin melalui kesadaran telah berkontribusi secara bermakna kepada masyarakat. Namun demikian, karena sebagai temuan ini bersifat korelasional, kita tidak dapat yakin bahwa generativity menyebabkan kesejahteraan; mungkin orang-orang yang bahagia dengan hidupnya lebih mungkin menjadi generatif (McAdams, 2001).



DAFTAR  PUSTAKA

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan ,Edisi Ke Lima. Jakarta: Erlangga.
Papalia, Diane E.,Sally Wendkos Olds, dan Ruth Duskin Feldman. 2009. Human Development: Perkembangan Manusia. Jakarta : Salemba Humanika.

Santrock, John W. 2012. Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup, edisi ketigabelas.  Jakarta: Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar