2.1
USIA
DEWASA MADYA
Pada umumnya usia madya
atau usia setengah baya di pandang sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun.
Oleh karena usia madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan
manusia, biasanya usia tersebut dibagi-bagi ke dalam dua subbagian, yaitu: usia
madya dini yang membentang dari usia 40 – 50 tahun dan usia madya lanjut yang
berbentang antara usia 50 – 60 tahun. (Hurlock,1980)
Dalam istilah psikososial, masa dewasa
tengah pernah di anggap sebagai masa yang relative menetap. Freud memandang
tidak ada gunanya psikoterapi bagi orang-orang berusia 50 tahun ke atas karena
ia meyakini kepribadian telah terbentuk secara permanen pada usia tersebut. Sebaliknya, para ahli teori
humanistic seperti Abraham Maslow dan Carl Rogers memandang masa paruh baya
sebagai sebuah kesempatan perubahan positif. (Papalia, 2009)
Menurut teori Erikson
(dalam Papalia, 2009), kedelapan tahap perkembangan akan terungkap seiring
pengalaman masa hidup kita. Di setiapa tahap, individu dihadapkan pada sebuah
krisis yang merupakan suatu tugas perkembangan unik yang harus diselesaikan.
Menurut Erikson, krisis I ini bukanlah sebuah bencana namun merupakan sebuah
titik balik yang ditandai oleh meningkatnya kerentanan dan potensi seseorang.
Semakin individu berhasil menyelesaikan krisis yang dihadapinya, semakin sehat
perkembangan individu tersebut.
Generativitas versus
stagnasi (generativity versus stagnation), yang merupakan tahap ke tujuh dari
perkembangan menurut Erikson, berlangsung di masa dewasa menengah. Persoalan
utama yang dihadapi individu di masa ini adalah membantu generasi muda untuk
mengembangkan dan mengarahkan kehidupan yang berguna – inilah yang dimaksud
dengan generativitas oleh Erikson. Perasaan bahwa belum melakukan sesuatu untuk
menoong generasi berikutnya disebut stagnasi. (Santrock, 2012)
2.2
KARAKTERISTIK
USIA DEWASA MADYA
Menurut Hurlock (1980), Karakteristik usia madya adalah
sebagai berikut:
ü Usia madya merupakan
periode yang sangat di takuti
Diakui bahwa semakin
mendekati usia tua, periode usia madya semakin terasa lebih menakutkan dilihat
dari seluruh kehidupan manusia. Pria dan wanita mempunyai banyak alasan yang
kelihatannya berlaku untuk mereka, untuk takut memasuki usia madya. Beberapa diantaranya
adalah banyaknya streotip yang tidak menyenangkan tentang usia madya, yaitu
kepercayaan tradisional tentang kerusakan mental dan fisik yang di duga
disertai dengan berhentinya reproduksi kehidupan serta berbagai tekanan tentang
pentingnya masa muda bagi kebudayaan amerika di banding penghormatan untuk masa
tersebut oleh berbagai kebudayaan Negara lain. Semua ini memberi pengaruh yang
kurang menguntungkan terhadap sikap orang dewasa pada saat memasuki usia madya
dalam kehidupan mereka. Sementara mereka ketakutan pada usia madya, kebanyakan
orang dewasa menjadi rindu pada masa muda mereka dan berharap dapat kembali ke
masa itu.
ü Usia madya merupakan
masa transisi
Usia madya merupakan
masa dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa
dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan yang akan di liputi oleh
ciri-ciri jasmani dan perilaku baru. Transisi senantiasa berarti penyesuain
diri terhadap minat,nilai, dan pola perilaku yang baru. Pada usia madya, sepat
atau lambat, semua orang dewasa harus melakukan penyesuaian diri terhadap
berbagai perubahan jasmani dan harus menyadari bahwa pola perilaku pada usia
mudanya harus di perbaiki secara radikal. Penyesuaian untuk mengubah peranan bahkan lebih sulit daripada
penyesuaian untuk mengubah kondisi jasmani dan minat. Setiap perubahan peran
yang penting mungkin akan mengakibatkan suatu krisis kekerasan yang besar atau
kecil.selama usia madya kimmel telah mengidentifikasi tiga bentuk krisis
pengembangan yang umum dan hamper universal :
1) Krisis
sebagai orang tua ditandai dengan sindrom “dimana kesalahan kami?”. Krisis ini
terjadi apabila anak-anak gagal memenuhi harapan orangtua dan para orangtua
kemudian bertanya apakah mereka telah mengguakan metode yang tepat dalam
mendidik anak, dan menyalahkan diri mereka sendiri karena kegagalan anak-ank
untuk memenuhi harapan mereka.
2) Krisis
yang timbul karena orangtua berusia lanjut. Banyak orangtua berusia madya
merasa bersalah ketika anak-anak mereka tidak dapat atau tidak mau menerima orangtua
mereka yang berusia lanjut tinggal bersama dalam rumah mereka.
3) Krisis
yang berhubungan dengan kematian, khususnya pada suami-isteri. Menurut kimmel
hal ini ditandai dengan sikap “bagaiman saya dapat terus hidup?”, yang mewarnai
penyesuaian pribadi dan sosial mereka, yang tidak dapat menyenangkan sampai
krisis tersebut dapat dipecahkan menjadi kepuasan individu.
ü Usia madya adalah masa
stress
Penyesuaian secara
radikal terhadap fisik, selalu cenderung merusak homeostatis fisik dan
psikologis seseorang dan membawa ke masa stress, suatu masa bila sejumlah
penyesuaian yang pokok harus dilakukan di rumah, bisnis, dan aspek sosial
kehiduapan mereka. Marmor telah membagi sumber-sumber umum dari ster selama
usia madya yang mengarah pada ketidak-seimbangan, kedalam 4 lkategori utama,
yaitu:
·
Stres
somatik, yang disebabkan oleh keadaan jasmani
yang menunjukkan usia tua.
·
Stres
budaya, yang berasal dari penempatan nilai yang
tinggi pada kemudian, keperkasaan dan kesuksesan oleh kelompok budaya tertentu.
·
Stres
ekonomi, yang diakibatkan oleh beban keuangan
dari mendidik anak dan memberikan status simbol bagi seluruh anggota keluarga.
·
Stres
psikologis, yang mungkin diakibatkan oleh kematian
suami atau isteri, kepergian anak dari rumah, kebosanan terhadap perkawinan,
atau rasa hilangnya masa muda dan mendekati ambang kematian.
ü Usia madya adalah “usia
yang berbahaya”
Cara biasa
menginterpretasi “usia berbahaya” ini berasal dari kalangan pria yang ingin
melakukan pelampiasan untuk kekerasan yang berakhir sebelum memasuki usia
lanjut. Usia madya dapat menjadi dan merupakan berbahaya dalam beberapa hal
lain juga. Saat ini merupakan suatu masa di mana seseorang mengalami perubahan
fisik sebagai akibat dari terlalu banyak bekerja, rasa cemas yang berlebihan
ataupun kurang memperhatikan kehidupan. Timbulnya penyakit jiwa datang dengan
cepat dikalanga pria dan wanita, dan gangguan ini berpuncak pada suisid (bunuh diri), khususnya di kalangan pria.
Ancaman terhadap penyesuaian yang baik yang membuat usia madya berbahaya semakin
dibuat intensif oleh perbedaan jenis kelamin pada masa tersebut apabila timbul
kekecewaan pada homeostatis fisik dan psikologis, “gerakan revolusi” yang
dilakukan pria ini biasanya berbarengan dengan kebingungan dalam homeostatis
yang disebabkan oleh menopause pada wanita. Hal ini tidak hanya mengganggu
hubungan suami isteri, yang kadang-kadang menuju pada perpisahan atau
perceraia, tetapi juga lambat laun membawa pria maupun wanita kepada ganggguan
jiwa, alkoholisme, pecandu obat dan bunuh diri.
ü Usia madya adalah “usia
canggung”
Pria dan wanita usia
madya bukan “muda” lagi tapi bukan juga tua. Franzblau mengatakan bahwa “ orang
yang berusia madya seolah-olah berdiri di antara generasi pemberontak yang
lebih muda dan generasi warga senior”. Mereka secara terus menerus menjadi
sorotan dan menderita karena hal-hal yang tidak menyenangkan dan memalukan yang
disebabkan oleh kedua generasi tersebut. Merasa bahwa keberadaan mereka dalam
masyarakat tidak di anggap, orang-orang yang berusia madya sedapat mungkin berusaha
untuk tidak di kenal oleh orang lain.
ü Usia madya adalah masa
berprestasi
Menurut Erikson, selama
usia madya, orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti dan
tidak mengerjakan sesuatu apapun lagi. Apalagi orang berusia madya mempunyai
kemauan yang kuat untu berhasil, mereka akan mencapai puncaknya pada usia ini
dan memungut hasil dari masa-masa persiapan dan kerja keras yang dilakukan
sebelumnya.
ü Usia madya merupakan
masa evaluasi
Karena usia madya pada
umumnya merupakan saat pria dan wanita mencapai puncak prestasinya, maka
logislah apabila masa ini juga merupakan saat mengevaluasi prestasi tersebut
berdasar aspirasi mereka semula dan harapan-harapan orang lain, khususnya
anggota keluarga dan teman.
ü Usia madya dievaluasi dengan standar ganda
1) Aspek
yag berkaitan dengan perubahan jasmani. Contohnya ketika rambut pria menjadi
putih, timbul kerut-kerut dan keriput di wajah, dan terjadinya beberapa bagian
otot yang mengendur terutama otot di sekitar pinggang. Berbagai perubahan yang
terjadi biasanya dikenal dengan nama “pembeda”. Perubahan fisik yang serupa
pada wanita dipandang tidak menarik, dengan penekanan utama “pakaian usia
madya”.
2) Cara
mereka menyatakan sikap terhadap usia tua. Apakah harus tetap merasa muda serta
aktif atau harus menua dengan anggun semakin lambat dan hati-hati dan menjalani
hidup dengan nyaman.
ü Usia madya merupakan
masa sepi
Merupakan masa ketika
anak-anak tidak lama lagi tinggal bersama orang tua. Kecuali dalam beberapa
kasus di mana pria dan wanita menikah lebih lambat dibandingkan dengan usia
rata-rata, atau menunda kelahiran anak hingga mereka lebih mapan dalam karir,
atau mempunyai keluarga besar sepanjang masa, usia madya erupakan masa sepi
dalam kehidupan perkawinan. Periode masa sepi usia madya lebih bersiafat
traumatic bagi wanita daripada bagi pria. Hal ini benar khususnya pada wanita
yang telah menghabiskan masa-masa dewasa mereka dengan pekerjaan rumah tangga
dan bagi mereka yang kurang memiliki minat atau sumber daya untuk mengisi waktu
senggang mereka pada waktu pekerjaaan rumah tangga berkurang atau selesai.
Banyak yang mengalami tekanan batin karena dipensiunkan. Kondisi yang serupa
juga di alami pria ketika mereka mengundurkan diri dari pekerjaan.
ü Usia madya merupakan
masa jenuh
Banyak atau hampir
seluruh pria dan wanita mengalami kejenuhan pada akhir usia 30-an dan 40-an.
Para pria menjadi jenuh denagn kegiatan rutin sehari-hari dan kehidupan bersama
keluarga yang hanya memberikan sedikit hiburann. Wanita, yang menghabiskan
waktunya untuk memelihara rumah dan
membesarkan anak-anaknya, bertanya-tanya apa yang akan mereka lakukan pada usia
setelah 20 atau 30 tahun kemudian. Wanita untuk bekerja atau karir, menjadi
bosan dengan alasan yang sama dengan pria.
2.3
HUBUNGAN
SOSIAL PADA MASA DEWASA MADYA
Menurut Hurlock (1980), Keinginan untuk melakukan kegiatan
sosial bagi madya sangat dipengaruhi oleh status tingkat sosial, jenis kelamin
dan status perkawinan. Bahaya yang paling besar bagi orang yang telah berusia
madya adalah karena orang menganut kepercayaan tradisional yang keliru tentang
apa yang terjadi pada masa usia madya, idealism orang muda, aspirasi yang tidak
realistis, perubahan peran, perubahan keinginan dan kedudukan nilai simbol
status. Diantara sekian banyak bahaya umum yang ada yang mempengaruhi proses
penyesuaian sosial bagi orang yag berusia madya, adlah orang orang secara
fisiologis di anggap duduk dalam kursi
berkarang, kurang mempunyai ketermpilan sosial, lebih suka berhubungan
dengan keluarga daripada dengan orang luar, mempunyai masalah keuangan, tekanan
keluarga dan kewajiban-kewajiban lain, keinginan untuk menjadi popular, dan
mobilitas sosial.
Peran Hubungan Sosial
Dua
teori perubahan pentingnya hubungan adalah teori konvoi sosial dari Kahn dan
Antonucci dan teori selektivitas sosial emosional dari Laura Carstensen.
Menurut kedua teori tersebut, dukungan sosial-emosional merupakan unsur penting
dalam interaksi sosial pada masa paruh baya dan masa selanjutnya. Hubungan pada masa pada masa paruh baya penting bagi
kesehatan fisik dan mental, tetapi juga dapat menghadirkan tuntutan penuh
stress. Menurut Carstensen, interaksi sosial memiliki 3 tujuan utama:
ü Sebagai
sumber informasi
ü Membantu
orang-orang mengembangkan dan mempertahankan kesadaran diri
ü Sumber
kenikmatan dan kenyamanan, atau kesejahteraan emosional.
2.4
KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DAN KESEHATAN MENTAL YANG POSITIF
Menurut Papalia (2009),Kesehatan
mental bukan saja merupakan ketiadaan penyakit mental. Kesehatan
mental yang positif melibatkan suatau perasaan sejahtera dari sisin psikologis,
yang berjalan beriringan dengan perasaan sehat (Keyes dan Saphiro,2004;Ryff dan Singer,1998). Perasaan subjektif
akan kesejahteraan, atau kebahagian, merupakan penilaian seseorang akan kehidupannya (Diener,2002), dan hal ini
cenderung meningkat di masa paruh baya (Lachman,2004). Berikut faktor-faktor yang
memengaruhi kesejahteraan di masa paruh baya:
1. Emosi
Banyak penelitian, termasuk survei
MIDUS, menunjukan adanya penurunan secara bertahap dalam hal emosi negatif,
seperti marah, takut dan
gelisah, di masa paruh baya. Perempuan dalam penelitian MIDUS
di laporkan lebih sedikit memiliki emosi negatif di sepanjang rentan
usianya, di bandingkan laki-laki (Mroczek, 2004). Berdasarkan penelitian MIDUS,
emosi positif (seperti, gembira) meningkat secara rata-rata, di antara laki-laki, tetapi
menurun di antara perempuan pada usia paruh baya, kemudian meningkat secara
tajam di kedua jenis kelamin, tetapi khususnya laki-laki, di masa dewasa akhir.
Pola umum dalam hal emosi positif dan negatif mengarahkan orang-orang pada usia
paruh baya cenderung untuk belajar menerima apa yang terjadi dalam hidup meraka
(Carstensen,Pasutpathi,Mayr,dan Nesselroade,2000) dan meregulasi emosi mereka secara
efektif (Lachman, 2004).
2. Kepuasan
hidup
Dalam sejumlah survei di seluruh
dunia dengan berbagai teknik untuk mengakses kesejahteraan secara
subjektif, kebanyakan orang di seluruh rentang usia, seluruh jenis kelamin, dan
seluruh Ras, melaporkan merasa puas dengan hidup mereka (Myers,2000;Myers
&Diener 1995,1996;Walker,Skowronski & Thomson, 2003). Satu alasan untuk
temuan umum mengenai kepuasan hidup ini adalah bahwa emosi positif
berkaitan dengan kenangan menyenangkan cenderung bertahan,sementara perasan
negtif berkaitan dengan kenangan tidak menyenangkan memudar. Kebanyak orang
memiliki keterampilan coping yang baik (Walker at al.,2003). Setelah peristiwa
bahagia atau menyedihkan, seperti pernikahan atau perceraian, mereka umumnya
beradaptasi,dan kesejahteraan subjektif kembali ke, atau mendekati, tingkat
awal (Lucas at al.,2003;Dienner 2000).
Dukungan sosial –teman dan pasangan
–dan faktor agama merupakan pemberi kontribusi penting bagi kebahagian
(Csikszenmihalyi, 1999;Dienner 2000; Myers,2000;). Begitu pula dengan dimensi kepribadian tertentu-extraversion
dan conscientiousness (Mroczek & Spiro, 2005; Siegler Dan Brummett,2000)-
serta kualitas pekerjaan dan waktu luang (Csikszenmihalyi, 1999; Dienner,
2000;Myers,2000).
Dalam sebuah penelitian longitudinal
selama 22tahun terhadap 1. 927laki-laki, kebanyakan menjalani tugas militer
selama perang dunia kedua atau perang korea, kepuasam hidup secara bertahap meningkat, memuncak pada
usia 65tahun, dan kemudian secara berlahan menurun. Namun demikian, sekali
lagi, terdapat perbedaan individual yang signifikan (Mroczek & Spiro,
2005).
3. Carolryf
: Dimensi Kesejahteraan yang Majemuk
Carolryf dan rekan-rekan sejawatnya (Keyes
& Ryyf ,1999;Ryyf,1995;Ryyf dan Singer,1998), mendasari dari cakupan para
ahli teori seperti Erikson sampai Maslow, telah mengembangkan sebuah model yang
mencakup enam dimensi kesejahteraan dan sebuah skala lapor diri, Ryff Wll-Being
Inventory (Ryyf & Keyes, 1995) , untuk mengukur enam dimensi tersebut. Enam
dimensi itu adalah penerimaan diri (self-accettance) hubungan positif dengan
orang lain (positive relation with others), otonomi (autonomy) , penguasaan
lingkungan (environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life), dan
pertumbuhan pribadi (personal growth).
Serangkaian penilitian cross-sextioanal
yang menggunakan skala dari Ryyf telah menunjukkan bahwa masa paruh baya
sebagai masa yang umum nya memiliki kesehatan mental yang positif (Ryyf &
Singer,1998). Orang-orang berusia paruh baya memiliki kesejahteraan yang lebih
besar di bandingkan orang dewasa yang lebih tua atau lebih muda dalam beberapa
bidang,tetapi tidak
bidang yang
lain.
Mereka lebih memiliki otonomi di
bandingkan orang dewasa yang lebih muda, tetapi agak kurang bertujuan dan
kurang fokus pada pertumbuhan pribadi dimensi orientasi masa depan yang menurunkan bahkan
lebih tajam pada masa dewasa akhir. Pada sisi yang lain, penguasaan
lingkungan meningkat antara sua setengah dan akhir. Penerimaan diri
relatif stabil untuk semua kelompok usia. Tentu saja, karena penentuan ini
bersifat cros-sectional, kita tidak menegtahui apakah perbedaan di karenakan
faktor kematangan, penuaan,atau cohort.
Secara keseluruhan, kesejahteraan laki-laki dan perempuan cukup serupa, tetapi
perempuan lebih bahyak memiliki hubungan sosial yang positif (Ryyf & Singer
, 1998).
4. Kesejahteraan
Sosial
Kesejahteraan sosial-kualitas hubungan
dengan orang lain, lingkungan sekitar, dan masyarakat yang di laporkan sendiri
oleh seseorang merupakan aspek lesehatan mental yang relatif tidak
terkaji. Satu tim penelitian (Keyes & Shapiro, 2004). Melihat pada lima
dimensi kesejahteraan sosial dalam sampel MIDUS:
1. Aktualisasi
sosial, keyakinan pada potensi masyarakat untuk berkembang kearah yang positif;
2. Koherensi
sosial, memandang dunia sebagai dapat di pahami, logis dan dapat di lemahkan,
3. Integrasi
sosial, ,erasa sebagai bagian dari komunitas yang sportif
4. Penerimaan
sosial, memiliki sikap positif dan menerima terhadap orang lain; dan
5. kontribusi
sosial, meyakini bahwa seseorang , memiliki sesuatu yang berharga untuk di
berikan kepada masyarakat.
Berbagai jawaban survei menunjukkan
bahwa mayoritas orang dewasa A.S memiliki tingkat kesejahteraan sosial yang
sedang bsampai tinggi, tetapi minoritas yang substansial, memiliki
kesejahteraan sosial yang sangat rendah. Secara keseluruhan, kesejahteraaan
sosial paling tinggi di antara laki-laki, orang-orang dengan status pekerjaan
yang tinggi dan orang-orang yang menikah atau tidak pernah menikah.
Kesejahteraan sosial paling rendah diantara perempuan, mereka dengan status
pekerjaan yang rendah, dan mereka yang pernah menikah, cenderung memiliki
status pekerjaan yang rendah.
5. Generativity
sebagai Satu Faktor Penyesuaian dan Kesejahteraan Psikososial
Generativity , menurut Erikson,
merupakam ‘sebuah tanda kematangan psikologis dan kesehatan psikologis” (Mc
Adams, 2001) generativity muncul sebagai keunggulan yang menentukan penyusuaian
psikososial pada masa paruh baya, menurut Erikson, karena berbagai peran dan
tantangan pada masa ini- tuntutan pekerjaan dan keluarga-menuntut respon yang
generatif.
Generativity, kemudian, bisa berasal
dan keterlibatan dalam berbagai peran-sebagai kepala keluarga dan pemimpin
dalam organisasi dan masyarakat (Staudinger & Bluck, 2001). Keterlibatan
seperti itu telah dikaitkan dengan kesejahteraan dan kepuasan dalam masa paruh
baya (Mcadams,2001) dan dalam kehidupan mendatang (Sheldon & Kasser,2001;
Vandewater, Ostrove, dan Stewart,1997), mungkin melalui kesadaran telah berkontribusi secara
bermakna kepada masyarakat. Namun demikian, karena sebagai temuan ini bersifat
korelasional, kita tidak dapat yakin bahwa generativity menyebabkan
kesejahteraan; mungkin orang-orang yang bahagia dengan hidupnya lebih mungkin
menjadi generatif (McAdams, 2001).
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan ,Edisi Ke Lima. Jakarta: Erlangga.
Papalia, Diane E.,Sally Wendkos
Olds, dan Ruth Duskin Feldman. 2009. Human Development: Perkembangan
Manusia. Jakarta : Salemba Humanika.
Santrock, John W. 2012. Life-Span Development : Perkembangan Masa
Hidup, edisi ketigabelas. Jakarta:
Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar