Sabtu, 20 Desember 2014

BERCERITA TANPA ALAT PERAGA


 
Menurut piaget tentang perkembangan pikiran anak pada jenjang pra-operasional yang terjadi pada usia 18/24 bulan hingga 6/7 tahun yaitu terdapat cirri perkembangan yang khas dalam periode ini ialah berkembangnya kemampuan berpikir dengan bantuan simbol-simbol (lambing-lambang) menurut tampubolon, (1991:3) “yang di maksud dengan simbol ialah sesuatu yang dipergunakan mewakili suatu objek. Simbol dimaksud dapat berupa mimik, gambar, citra mental,atau kata (bahasa). Dengan bantuan simbol di maksud ini, anak telah memikirkan sesuatu objek tanpa kehadiran objek itu. bahasa sebagai simbol sangat berperan dalam hal ini”.
1.      Pengertian bercerita tanpa alat peraga
bercerita tanpa alat peraga adalah kegiatan bercerita yang dilakukan guru,yang mana saat bercerita tidak menggunakan media atau alat peraga yang diperlihatkan kepada anak didik. Artinya kegiatan bercerita yang dilakukan guru hanya mengandalkan suara, mimik, dan panto mimik atau gerak anggota tubuh guru.
Ketentuan kegiatan bercerita tanpa alat ini adalah kemampuan guru secarapenuh dalam hal, hafal isi cerita, vocal suara yang jelas, tenang dan tempo yang baik, intonasi bicara, gaya bahasa, mimik atau ekspresi muka dan panto mimik atau keterampilan gerak tubuh yang menyenangkan bagi aud untuk mendengarkan dan memperhatikan guru bercerita. Namun demikian, diharapkan penampilan guru tidak di buat-buat secara berlebihan sehingga membuat anak tidak nyaman mendengarkannya dan tidak tertarik untuk memperhatikannya. Misalnya, saat guru bercerita dengan maksud agar anak ikut merasa terharu ketika isi ceritanya demikian, namun ternyata anak tertawa karena di anggap lucu atau merasa takut karena di anggap menyeramkan ketika melihat ekspresi dan gaya guru yang sedang sedih.
2.      Kelebihan dan kelemahan bercerita tanpa alat peraga
Kelebihan:
-          Anak di latih untuk belajar konsentrasi
-          Anak belajar menjadi pendengar yang baik
-          Anak belajar berfantasi terhadap objek yang tidak nyata
-          Anak belajar menyimak dan membaca apa yang diperagakan oleh guru
-          Anak belajar mengingat apa yang di ceritakan oleh guru
Kekurangan:
-          Guru terkadang malas untuk berekspresi sebaik-baiknya sehingga mempengaruhi daya pikir dan fantasi anak
-          Tidak semua anak memiliki motivasi dan kemampuan tersebut
-          Karena latar belakang yang berbeda, adakalanya anak merasa jenuh duduk berlama-lama dengan memperhatikan satu objek
-          Anak pasif menahan banyak hal yang ingin ia ketahui untuk ditanyakan ketika guru bercerita
-          Anak tidak mampu menyerap fantasi ekspresi dan gerakan guru ketika bercerita, misalnya ketika guru memperagakan kucing berjalan, tanpa membungkukkan badan hanya dengan berdiri saja, maka fantasi anak tentang kucing berjalan pun hanya sampai disitu, ketika diminta meragakannya maka ia pun akan memperagakan seperti gurunya bercerita, padahal ia tahu bagaimana kucing berjalan. Bagi anak yang tidak tahu bagaimana kung berjalan akan menganggap begitulah cara kucing berjalan seperti yang diperagakan gurunya.
-          Menjadi terlalu verbal, sehingga tatkala guru berbicara ada kata-kata yang tidak di mengerti anak sehingga anak kurang paham alur ceritanya, bahkan dapat terjadi anak dapat mengerti kata-kata, tetapi tidak tahu untuk bendanya.
3.      Strategi pelaksanaan bercerita tanpa alat peraga
Langkah-langkah kegiatan            : 
1.      Dengan bernyanyi, diiringi musik atau melalui permianan anak dikondisikan  oleh guru agar dapat mengatur posisi tempat duduknya, dalam kegiatan ini kembangkan sikap toleransi dengan teman agar anak dapat duduk dengan nyaman dan melihat guru yang sedang bercerita.
2.      Selanjutnya mulailah guru melakukan apersepsi dengan percakapan yang dapat memotivasi anak untuk mendengarkan dan memperhatikan cerita guru, percakapan di arahkan ke isi cerita dan menyebutkan judul cerita.  Guru dapat memperkenalkan atau memperlihatkan media yang ada dalam cerita walaupun tidak akan digunakan saat bercerita, agar anak tidak verbalisme. Misal ceritanya tentang kucing, maka guru dapat memakia salah satu media gambar kucing, film tentang kucing melalui vcd atau kucng yang sebenarnya.
3.      Selesai memberikan apersepsi , guru member anak kesempatan untuk menyebutkan kembali judul cerita tersebut, ketika anak salah menyebutkan judul cerita atau kurang lengkap menyebutkannya, guru tidak menyalahkan. Namun mencoba memperbaiki ucapannya dengan bersama-sama anak-anak seluruhnya.
4.      Ketika situasianak sudah tenang dan nyaman siap mendengarkan cerita maka guru mulai bercerita dengan mimik dan pantomime. Apabila ketika guru sedang bercerita tiba-tiba ada anak bertanya, maka guru menjawab singkat lalu mengajak anak mendengarkan kembali cerita tersebut sampai selesai.
5.      Selesai bercerita, guru mengevaluasi isi cerita dalam bentuk pertanyaan atau peragaan, yang dapat anak jawab atau ragakan.
Misalnya :
a. ayo sebutkan judul cerita tadi?
b. siapa saja yang ada di cerita tadi?
c. bagaiman yah, cara siput memenangkan perlombaan?
d. coba siapa yang dapat memperagakan siput an kancil?
6.      selanjutnya guru menyimpulkan isi cerita.  Agar isi cerita dapat di pahami dan dimengerti anak, selanjutnya dapat diambil hikmahnya, oleh anak didik pesan dari cerita tersebut.
7.      Dengan kemampuan yang anak miliki, guru  memberikan kesempatan pada anak untuk menceritakan kembali dan menyimpulkan cerita yang baru saja ia dengarkan atau perhatikan.


Sumber : Yulsyofriend. 2010. Metodologi Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini. Padang: UNP.

2010. Kurikulum Taman Kanak-Kanak : Pedoman Pengembangan Program Pembelajaran Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: MENDIKNAS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar