Menurut piaget tentang
perkembangan pikiran anak pada jenjang pra-operasional yang terjadi pada usia
18/24 bulan hingga 6/7 tahun yaitu terdapat cirri perkembangan yang khas dalam
periode ini ialah berkembangnya kemampuan berpikir dengan bantuan simbol-simbol
(lambing-lambang) menurut tampubolon, (1991:3) “yang di maksud dengan simbol
ialah sesuatu yang dipergunakan mewakili suatu objek. Simbol dimaksud dapat
berupa mimik, gambar, citra mental,atau kata (bahasa). Dengan bantuan simbol di
maksud ini, anak telah memikirkan sesuatu objek tanpa kehadiran objek itu.
bahasa sebagai simbol sangat berperan dalam hal ini”.
1.
Pengertian
bercerita tanpa alat peraga
bercerita tanpa alat
peraga adalah kegiatan bercerita yang dilakukan guru,yang mana saat bercerita
tidak menggunakan media atau alat peraga yang diperlihatkan kepada anak didik.
Artinya kegiatan bercerita yang dilakukan guru hanya mengandalkan suara, mimik,
dan panto mimik atau gerak anggota tubuh guru.
Ketentuan kegiatan
bercerita tanpa alat ini adalah kemampuan guru secarapenuh dalam hal, hafal isi
cerita, vocal suara yang jelas, tenang dan tempo yang baik, intonasi bicara,
gaya bahasa, mimik atau ekspresi muka dan panto mimik atau keterampilan gerak
tubuh yang menyenangkan bagi aud untuk mendengarkan dan memperhatikan guru
bercerita. Namun demikian, diharapkan penampilan guru tidak di buat-buat secara
berlebihan sehingga membuat anak tidak nyaman mendengarkannya dan tidak
tertarik untuk memperhatikannya. Misalnya, saat guru bercerita dengan maksud
agar anak ikut merasa terharu ketika isi ceritanya demikian, namun ternyata
anak tertawa karena di anggap lucu atau merasa takut karena di anggap
menyeramkan ketika melihat ekspresi dan gaya guru yang sedang sedih.
2.
Kelebihan
dan kelemahan bercerita tanpa alat peraga
Kelebihan:
-
Anak di latih untuk
belajar konsentrasi
-
Anak belajar menjadi
pendengar yang baik
-
Anak belajar berfantasi
terhadap objek yang tidak nyata
-
Anak belajar menyimak
dan membaca apa yang diperagakan oleh guru
-
Anak belajar mengingat
apa yang di ceritakan oleh guru
Kekurangan:
-
Guru terkadang malas
untuk berekspresi sebaik-baiknya sehingga mempengaruhi daya pikir dan fantasi
anak
-
Tidak semua anak
memiliki motivasi dan kemampuan tersebut
-
Karena latar belakang
yang berbeda, adakalanya anak merasa jenuh duduk berlama-lama dengan
memperhatikan satu objek
-
Anak pasif menahan
banyak hal yang ingin ia ketahui untuk ditanyakan ketika guru bercerita
-
Anak tidak mampu
menyerap fantasi ekspresi dan gerakan guru ketika bercerita, misalnya ketika guru
memperagakan kucing berjalan, tanpa membungkukkan badan hanya dengan berdiri
saja, maka fantasi anak tentang kucing berjalan pun hanya sampai disitu, ketika
diminta meragakannya maka ia pun akan memperagakan seperti gurunya bercerita,
padahal ia tahu bagaimana kucing berjalan. Bagi anak yang tidak tahu bagaimana
kung berjalan akan menganggap begitulah cara kucing berjalan seperti yang
diperagakan gurunya.
-
Menjadi terlalu verbal,
sehingga tatkala guru berbicara ada kata-kata yang tidak di mengerti anak sehingga
anak kurang paham alur ceritanya, bahkan dapat terjadi anak dapat mengerti
kata-kata, tetapi tidak tahu untuk bendanya.
3.
Strategi
pelaksanaan bercerita tanpa alat peraga
Langkah-langkah
kegiatan :
1. Dengan
bernyanyi, diiringi musik atau melalui permianan anak dikondisikan oleh guru agar dapat mengatur posisi tempat
duduknya, dalam kegiatan ini kembangkan sikap toleransi dengan teman agar anak
dapat duduk dengan nyaman dan melihat guru yang sedang bercerita.
2. Selanjutnya
mulailah guru melakukan apersepsi dengan percakapan yang dapat memotivasi anak
untuk mendengarkan dan memperhatikan cerita guru, percakapan di arahkan ke isi
cerita dan menyebutkan judul cerita.
Guru dapat memperkenalkan atau memperlihatkan media yang ada dalam
cerita walaupun tidak akan digunakan saat bercerita, agar anak tidak
verbalisme. Misal ceritanya tentang kucing, maka guru dapat memakia salah satu
media gambar kucing, film tentang kucing melalui vcd atau kucng yang
sebenarnya.
3. Selesai
memberikan apersepsi , guru member anak kesempatan untuk menyebutkan kembali
judul cerita tersebut, ketika anak salah menyebutkan judul cerita atau kurang
lengkap menyebutkannya, guru tidak menyalahkan. Namun mencoba memperbaiki
ucapannya dengan bersama-sama anak-anak seluruhnya.
4. Ketika
situasianak sudah tenang dan nyaman siap mendengarkan cerita maka guru mulai
bercerita dengan mimik dan pantomime. Apabila ketika guru sedang bercerita
tiba-tiba ada anak bertanya, maka guru menjawab singkat lalu mengajak anak
mendengarkan kembali cerita tersebut sampai selesai.
5. Selesai
bercerita, guru mengevaluasi isi cerita dalam bentuk pertanyaan atau peragaan,
yang dapat anak jawab atau ragakan.
Misalnya
:
a.
ayo sebutkan judul cerita tadi?
b.
siapa saja yang ada di cerita tadi?
c.
bagaiman yah, cara siput memenangkan perlombaan?
d.
coba siapa yang dapat memperagakan siput an kancil?
6. selanjutnya
guru menyimpulkan isi cerita. Agar isi
cerita dapat di pahami dan dimengerti anak, selanjutnya dapat diambil
hikmahnya, oleh anak didik pesan dari cerita tersebut.
7. Dengan
kemampuan yang anak miliki, guru
memberikan kesempatan pada anak untuk menceritakan kembali dan
menyimpulkan cerita yang baru saja ia dengarkan atau perhatikan.
Sumber
: Yulsyofriend. 2010. Metodologi
Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini. Padang: UNP.
2010. Kurikulum Taman Kanak-Kanak : Pedoman
Pengembangan Program Pembelajaran Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: MENDIKNAS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar