Ummu Aiman
Ibu asuh Rasulullah SAW.
·
Nama asli Barakah.
·
Budak yang
diwarisi Rasulullah dari ayah beliau.
·
Keturunan Habasyah.
·
Dimerdekakan
ketika Rasulullah menikah dengan Khadijah.
·
Kenal nabi SAW
sejak kecil hingga diangkat menjadi Rasulullah.
·
Suaminya Zaid bin
Haritsah (anak angkat kesayangan nabi SAW).
·
Juga merupakan
ibu dari Usamah bin Zaid ra.
Penuh cinta dan kasih sayang
Ummu
Aiman memperlakukan muhammad seperti anak sendiri bahkan lebih. Dan Rasulullah
pun senang dengan sesuatu yang membuat Ummu Aiman senang, bahkan pernah
bersabda “ Ummu Aiman adalah ibu keduaku”.
Ummu
Aiman pernamarah dan memaki Rasulullah ketika Rasulullah menolak suguhan
minuman darinya. Mungkin Ummu Aiman marah karena sedih dan kecewa karena Rasulullah
yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri menolak minumannya.
Setelah
Perang Khaibar, kaum muhajirin mengembalikan pemberian orang-orang anshar yang
selama ini mereka panen hasilnya. Begitu
juga dengan Anas, ia disuruh keluarganya untuk meminta kembali apa yang
telah diberikan kepada Rasulullah, yaitu berupa pohon kurma. Namun, Rasulullah
telah memberikan itu kepada Ummu Aiman. Rasul mau mengembalikan itu semua.
Tapi, Ummu Aiman tidak. Hingga rasul pun memberi gantinya ± 10x lipat.
Semangat juang tinggi
Meskipun sdah tua , tetap kut berjihad. Bercita-cita
bisa melihat bendera islam berkibar dengan gagah mengalahkan bendera kafir.
Berani dan sangat menghawatirkan Rasulullah
Saat Perang Uhud, pasukan
panah tidak mengindahkan instrksi Rasulullah sehingga pasukan musuh berhasil
membunuh sejumlah pasukan muslim. Sebagian pasukan muslim mundur ketakutan.
Ummu aimna pun menghadang dan melemparkan pasir ke muka mereka, “ini bedak yang
pantas kalian terima. Ambil pedang kalian”. Kemudian, bersama rekan-rekan
wanitanya, Ummu Aiman mencari berita tentang Rasulullah. Setelah tahu Rasulullah
selamat, ia merasa tenang.
Tidak mau ketinggalan
Saat perang khaibar, Ummu
Aiman ikut perang. Ia ingin anakanya (Aiman) juga ikut berperang, namun tidak.
Ia mengira anaknya penakut. Tapi anaknya tidak ikut karena kudanya sakit.
Tegar
Saat suaminya (Zaid bin
Haritsah) gugur dalam Perang Mut’ah dan anaknya syahid dalam Perang Hunain, Ummu
Aiman tetap tegar dan mendoakan agar almarhum diterima disisi Allah.
Ingin ikut andil dalam memperjuangkan agama islam
Ummu Aiman ikut dalam
pasukan islam dalam Perang Hunain. Ia bersedia berjuang walaupun dalam bentuk
menyiapka minum para mujahid.
Empati terhadap Rasululah
Ketika Rasulullah bahagia
dengan pernikahan Fatimah dan Ali, Ummu Aiman turut bahagia dan mempersiapkan
kebutuhan Fatimah. Saat Zainab (putri Rasulullah)
meninggal, Ummu Aiman turut memandikan dan mengafani dengan penuh kesedihan. Ketika Aisyah ra. Ditimpa
fitnah, Ummu Aiman membela.
Percaya bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik
Ummu Aiman menangis dan meratap saat kepergian Rasulullah.
Ia percaya bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik. Namun, ia sedih karena
dengan wafatnya Rasulullah berarti tidak ada wahyu yang turun lagi.
Mudah menangis
Ummu Aiman juga menangis
saat Umar ra. Wafat. Ketika Umar terbunuh ia berkata, “hari ini islam mulai
lemah”.
Rajin berpuasa
Abu Nu’aim berkata, “Ummu Aiman adalah wanita yang
ikut dalam peristiwa hijrah, mampu menempuh jarak yang jauh dengna berjalan
kaki, rajin berpuasa, tahan terhadap lapar dan mudah menangis (karena takut
kepada Allah). Dia akan mendapatkan minuman dari surga yang dapat mengobati
semua kepedihan yang pernah ia rasakan.
Hijrah yang penuh berkah
Hijrah ke madinah. Di Mansharif, Ummu Aiman puasa,
saat itu sangat lelah dan haus. Tiba-tiba ada ember berisi air terikat tali
putih menjulur dari langit. Lalu Ummu Aiman meminumnya. Setelah kejadian itu ia
berkata, “setelah kejadian itu, saya tidak pernah merasakan haus meskipun
ketika berpuasa”.
·
Ummu Aiman tetap
dihormati sahabat meskipun Rasul telah wafat. Para sahabat mengunjungi Ummu
Aiman seperti Rasulullah yang dulu juga sering mengunjunginya.
·
Ummu Aiman berumur
panjang, mengikuti masa pemerintahan Abu Bakar ra sampai dengan Umar ra.
·
Wafat pada masa
pemerintahan Utsman ra.
Kejernihan hati, semangat perjuangan dan pengorbanan untuk
kebenaran,
semua ada padanya...
Sumber: Al-Mishri, Mahmud. 2006. 35 Sirah Shahabiyah. Jakarta: Al-I'tishom.